Senin, 12 Maret 2012

Love Crime or.... Friendship Crime???

Malang, 13 Maret 2012
>> Kamar

Aku tidak percaya bahwa akhirnya mereka benar-benar menikah! Yup, menikah! Maksudku sekarang mereka benar-benar tinggal dalam 1 atap dan menjalankan peran sebagai suami istri dan tentu saja mereka benar-benar telah mengucapkan janji pernikahan di gereja. Bahkan mereka sekarang telah memiliki seorang putra lucu yang bernama Harry Livingston.

Barney Livingston dan Laura Castellano. Dua sahabat itu mengakhiri hubungan persahabatan mereka dan menasbihkannya menjadi ikatan suci berlabel pernikahan. Jelas suatu hal yang aneh bagiku. Maksudku mereka sejak dulu – dan semoga saja sampai sekarang – bersahabat begitu dekat. Begitu dekatnya sehingga bahkan Barney sudah dapat mengetahui apa yang ada dalam pikiran Laura sejak mereka masih bermain di bak pasir Taman Kanak-Kanak. Begitu karibnya sehingga sejauh apapun jarak yang memisahkan mereka secara geografis, Barney-lah tempat Laura menumpahkan segala masalahnya. Tentu saja dalam korodor persahabatan. Atau… bahkan koridor itu dibentuk oleh mereka sendiri secara tidak sadar untuk sekedar menutupi ketakutan bahwa ketika koridor itu runtuh maka keduanya akan kehilangan sahabat terbaiknya.

Menurutku, dua orang sahabat – yang berlainan jenis tentunya – tidak seharusnya menjadi pasangan kekasih. Umm, begini. Pernah dengar ungkapan-ungkapan yang mengatakan bahwa lebih baik memilih sahabat daripada kekasih? Mengapa? Karena tentu saja sahabat 1.000kali lebih mengerti kita. Ketika kita sedang jatuh cinta, maka kita buta. Untuk itulah kita butuh sahabat untuk menilai ‘dia’. Selalu butuh kacamata orang lain untuk melihat apa yang tidak bisa kita lihat dengan kacamata kita sendiri. Dan kacamata terjujur seringkali dimiliki oleh sahabat kita.

Nah sekarang, bagaimana jika situasinya berubah menjadi mencintai sahabat sendiri? Kacamata siapa yang akan kita pinjam untuk menilai ‘Sang Pemilik Hati’? Hey, please, sahabat bukan cuma satu orang kan? Iya, tapi percayalah, biasanya hanya ada satu sahabat yang paling kita percayai.

Seperti halnya yang dilalui Laura dan Barney. Berpuluh-puluh tahun mereka bersahabat. Tidak satupun rahasia yang tidak saling mereka ketahui, termasuk kehidupan pribadi. Laura sudah berkencan dengan banyak pria. Barney pun memiliki riwayat bersama wanita yang jumlahnya tidak sedikit. Dan keduanya sama-sama mengetahuinya. Bahkan saling mendukung. Sampai ketika Laura menemukan pasangan hidupnya dan memulai kehidupan baru dengan menyandang status sebagai seorang istri Palmer Talbout, Barney juga ada dalam kegembiraan itu. Dan ketika Laura akhirnya berpisah dengan Palmer, Barney pun ada dalam kesedihan itu.

Laura selalu kembali pada Barney. Karena bukan hanya semangat hidup yang ditawarkan oleh Barney, tetapi dia juga memberi kehidupan pada Laura. Hidup dan kehidupan adalah sesuatu yang sangat berbeda. Anda mungkin hidup –bernapas, bergerak, dan beraktivitas layaknya orang lain-, tapi apakah hidup sudah memberikan arti kehidupan itu sendiri kepada Anda? Hingga suatu saat mereka menjadi begitu benci dan lelah menjelaskan kepada setiap orang bahwa hubungan mereka hanya sebatas sahabat. Akhirnya, berakhirlah persahabatan platonis mereka.

Mungkin setelah ini aku akan berpikir keras bisakah cinta muncul dari persahabatan. Tentu saja tidak bisa! Kapan cinta muncul bukanlah sesuatu yang harus dipikirkan. Itu adalah hak prerogatif Tuhan. Akhirnya anggapanku bahwa mencintai sahabatmu adalah suatu ketidakwajaran juga tidak sepenuhnya benar. Tapi ketika aku memiliki sahabat, aku akan mencoba bersahabat dengan tulus. Bersahabat tanpa pamrih. Salah satunya adalah dengan tidak mengharapkannya membalas lebih dari sahabat. Begitulah persahabatan semestinya.

Ah,iya! Kalau Anda belum tahu siapakah objek pembicaraan ini –maksudku Barney Livingston dan Laura Castellano-, mereka adalah pasangan dokter dalam novel “Doctors” karangan dr.Erich Segal. Hahaha… Jangan terlalu serius menanggapi tulisan ini. Ini hanya sepintas pikiran penulis yang sudah jatuh cinta *dengan novel tersebut*. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca atau mungkin ikut-ikutan kepikiran gara-gara tulisan ini. =P
NB : Cobalah melihat sekitar. Bisa jadi sahabatmu – orang yang mengenalmu jauh lebih baik daripada kamu mengenal dirimu sendiri- yang akan menjadi pasangan hidupmu di kemudian hari. Bukankah menyenangkan menghabiskan waktu bersama dia yang mengenal kita? Nah, jadi kepikiran kan sekarang? Hahaha…

Selasa, 15 Februari 2011

Aku sayang kalian semua...kisskiss=))

Malang, 14 Februari 2011
>>masih di rumah

Happy Valentine Day semuanya!!!*Baik yang merayakan maupun tidak.
Ya walopun di luar sana banyak opini masyarakat tentang perayaan Valentine yang selalu controversial dan jujur aku ga ngerti di mana akar permasalahannya. Namun terlepas dari itu semua, in my humble opinion, bagus juga ada kalo dalam setahun ada hari seperti ini. Ya mungkin kita bisa bilang kita sayang pada orang lain setiap hari selain tanggal 14 Februari. Tapi, nyatanya jarang banget kita lakukan. Misalnya pas lebaran (aku ga bermaksud nyama-nyamain lebaran dengan Valentine karena emang ‘beda’). Seharusnya kita bisa memaafkan dan meminta maaf setiap waktu. Tapi teteup aja kita jarang melakukan itu setiap hari. Nah, saat lebaran, buat aku pribadi, aku merasa legaaaa banget waktu aku bilang, “Ma, maafin aku yah, ma, kalo aku ada salah sama mama”. Terus mama jawab, “Maafin mama juga yah”. Soalnya ada perbedaan yang signifikan (Bahasa Tingkat Tinggi nih) antara minta maaf pas lebaran ama pas hari-hari biasa. Misalnya aku minta maaf sama mama pas tanggal 6 Januari nih*ngasal.
Aku : Ma, maafin Dita yah.. (lewat sms).
Mama : Halo, Assalammulaikum. Mbak, kamu kenapa, Mbak!!?? (langsung nelpon balik dengan nada panic).
Aku : Waaalaikumsalam, ma. Eh, ga ada apa-apa kok, ma.
Mama : Jangan bohong. Sama mama aja kok bohong.
Aku : Lho beneran gag ada apa-apa, ma.
Mama : Kamu tau kan tahu kalo ada apa-apa kamu bisa cerita ke Mama.
Aku : Nah, masalahnya ga ada apa-apa jadi apa yang mau diceritain.
Mama : Aneh. Mama ga percaya. Kamu habis ikut motivational training yah?
Aku : Ga, kok.
Mama : Trus ada apa dong?
Aku : Ya ga ada apa-apa, ma. Aku pengen aja minta maaf sama mama.
Mama : Ah, masa? Ada apa sih, mbak? Kamu dapet E? ATM mu ilang? Kamu belanja kebanyakan?
Aku : Ga, mama… (mulai kesel).
Mama : Ga mungkin ga ada apa-apa terus minta maaf.
Aku : Dibilangin ga percaya (kesel tingkat 1).
Mama : Mama ini sibuk kerja, kamu jangan aneh-aneh.
Aku : Lho aku ga aneh-aneh, ma. Kan mama sendiri yang nelpon tadi. Aku cuman sms biar ga ganggu mama (kesel tingkat 2).
Mama : Mbak, kamu tuh disekolahin mahal-mahal, jangan berbuat yang aneh-aneh yah. Kamu ga kasian sama mama? Iya? Ga kasian?
Aku : Kuliahku bener-bener aja kok, ma (kesel tingkat 3).
Mama : Mama sama bapak kamu kerja jauh-jauh supaya kamu bisa jadi orang, jadi dokter yang bener. Jangan terjerumus ke pergaulan yang ga bener.
Aku : Ma, aku kan tadi cuman minta maaf (kesel tingkat 4).
Mama : Sekarang mama sibuk. Kamu pulang kuliah jam berapa? Nanti mama telepon lagi. Ini masalah serius! Assalammualaikum. (Tuut… tuut…tuut… telepon diputus gitu aja).
Aku : Waalaikumsalam (kesel tingkat 5 dan malah pengen nangis).

See? Padahal awalnya cuman mau minta maaf, jadinya malah dituduh macem-macem.
Jadi, di hari yang biasa-biasa saja ini, aku cuma mau bilang,”Aku sayang kalian semua”. Terutama kalian yang udah baca blogku. Hehehe, gag deng! Ini buat semuanya kok. Buat orang-orang yang juga udah sayang aku atau bahkan buat yang ga suka sama aku. Buat semua yang udah mau berteman dengan aku, maa~kaa~syoong~ yah… Buat temen-temen di FKUB, aku sayang kalian semua. Perjuangan untuk jadi dokter bakal terasa jauh lebih berat kalo ga ada kalian. Semoga kita bisa tetep bersahabat. Kisskiss =))
Oke, jadi habis baca blog ini jangan ada yang marah yak? Oke temen-temen? Baguslah kalo pada setuju. Kita toss dulu kalo gitu. Dadaaah..

Regards,
Your humble and honest writer,

Prisca Anindhita

Minggu, 13 Februari 2011

Rumpi Kala Hujan

Malang, 13 Februari 2011
>>Rumah

Tiga hari yang lalu Malang ujan parah. Emang sih cuaca dari pagi udah agak-agak mendung gitu, tapi udah beberapa hari ini Malang ga ujan kalo sore. Pas itu habis ujian Praktikum Anatomi Mata THT. Ujian udah kelar sebelum Jumatan dimulai. Aku bareng Si Kembar ma Rani masih harus nunggu Mbak Wanda ma Yunda ampek jam 1 untuk ngomongin masalah TA (Tugas Akhir) di kantin. Terus kita makan di kantin. Aku makan pempek (Akhirnya pempek hadir kembali di kampus kita tercinta, teman!), Si Kembar ma Rani makan mie goreng. Setelah bosen nunggu di kantin, kita sepakat untuk gelesotan nunggu di rumah Si Kembar aja buat nonton DVD (Si Kembar abis beli DVD bajakan banyak banget). Tapi sebelumnya aku ke ATM di sebelah kampus. Baru aja masuk pintu gedung GPP (gedung kampus FKUB.red), tiba-tiba BZZZZZZZZZ….. Ujan turun sederes-deresnya. Untung ga kebasahan. Karena yang bawa payung cuma Diana, jadinya Diana nemenin Rani ngambil mobil di parkiran yang lumayan jauh dari GPP. Aku ma Diani nunggu di depan GPP.
Di depan GPP, aku ma Diani ketemu Ibu Pempek. Si Ibu lagi nungguin dijemput suaminya. Tiba-tiba angin bertiup dengan kencengnya ke arah kami. Byuuur!!! Berasa diguyur aer bergalon galon. Udah gitu kita bertiga (Aku, Diani, dan Si Ibu Pempek) kan sembunyi di balik pintu and unfortunately kita ga bisa masuk lagi ke GPP karena anginnya kenceng banget kaya badai. Si Ibu berkali-kali mengeluh, “Aduh, mbak…Ibu kepikiran anak-anak Ibu kalo hujan-hujan kaya gini”. Emang yang seorang ibu tuh sedetik pun ga berhenti mikirin anak-anaknya.*terharu…
Ga berapa lama Rani ma Diana dateng. Aku ma Diani masuk ke mobilnya. Si Ibu juga udah dijemput ama suaminya pake motor. Naek motor di tengah hujan badai kaya gini. Pasti si Ibu ma suaminya basah kuyup deh sampek di rumah. Ternyata bukan cuma mereka yang basah kuyup, Si Rani juga udah kaya abis kecemplung kolam. Udah gitu jalanan macet semacet-macetnya apalagi sepanjang jalan Veteran depan Matos. Mobil jalan pelaaaan banget.
Karena mobilnya Si Rani ini Sw*ft yang modelnya kaya mobil-mobil Itali, tiba-tiba aku jadi inget ama film Chasing Liberty yang syuting di Venezuela. Dan dongdongnya ternyata yang aku kira Venezuela itu adalah Venezia. Hahahaha.. Thanks to DiBon, Aza, ma Da Bow yang udah mengoreksi. Masih bagus aku ga bilang Vienneta*ini kan nama es krim.
Akhirnya sampek juga di rumah Si Kembar. Si Rani langsung sibuk negejemurin baju ama roknya di depan kipas angin. Si Kembar dengan hebohnya mix and match baju yang bakal dipake Rani sementara waktu. Buset, kok jadi kaya fashion show gini. Sayangnya, dengan sangat berat hati aku harus menyatakan bahwa selera fashion Si Kembar buruk banget. Masa’ Rani dipinjemin celana panjang gari-garis kotak dengan atasan kaos kembang-kembang oren.
Awalnya emang ngomongin TA, tapi ujung-ujungnya…jadi ngomongin cowok. Hahaha.. Mesti deh kita ini… Kata Diana, “Ca, emang kalo ngomongin cowok tuh ga ada habisnya”. Iya, Din, bener juga, jadi mendingan ga usah diomongin, Ntar yang kita omongin keselek-selek terus obstruksi jalan napas atas kan malah parah. Nangis Bombay deh kita.

Regards,
Your humble and honest writer,

Prisca Anindhita

Pak Bambang (bukan nama sebenarnya.red)

Malang, 12 Februari 2011
>>Rumah, 10.25 am

Ahahahai…
Hari ini aku gag rencana keluar rumah sama sekali secara mukaku masih keriput-keriput. Aku habis facial soalnya. Hehehehe... Kata dokternya, keriput-keriputnya bakal ilang dalam seminggu. Nih udah ada beberapa bagian yang ngelupas-ngelupas. Habis itu kinclong deh. Hehehehe…
Aku mau cerita nih. Cerita ini diceritakan kembali oleh temenku Si M***(dikasi bintang-bintang soalnya belum izin si M*** kalo aku mau nulis cerita yang udah dia certain ke aku), pas lagi tugas jadi tim kesehatan di Fakultas Teknik UB. Si M*** ini punya pacar anak Teknik Elektro, namanya Si D****. Aslinya sih, Si D**** yang nyeritain Si M*** cerita ini, terus si M*** cerita lagi ke aku. Nah, sekarang aku mau cerita ke kalian. Bingung kan? Sama, aku juga bingung.
Si D**** ini punya temen kuliah namanya Si A** (bukan nama sebenarnya. Aku juga gag kenal sama ni bocah). Si A** ini suka banget bolos kuliah. Nah, sialnya ada salah satu dosen, sebut saja Pak Bambang (sekali lagi bukan nama sebenarnya. Mana aku kenal ama dosen-dosen teknik), yang udah hafal di luar kepala kalo Si A** tukang bolos pas mata kuliah
Dosen-dosen Teknik kan terkenal santai abis*Eh, iya gitu? Sotoy nih aku. Gag tau juga sih, tapi kayanya mahasiswanya juga santai tuh. Eh, gag tau ding! Takut salah ngomong.Tapi kayanya emang gitu deh, kuliah aja bole pake jeans*ngotot. Hehehe. Begitu pula dengan Pak Bambang*sotoy lagi. Pak Bambang nih tipe-tipe dosen yang deket banget ma mahasiswanya. Dia ngajar mata kuliah *tunggu, aku gag tau. Aku googling dulu yah*.
Oke, Pak Bambang ini ngajar Mata Kuliah Kompling Magnetik*ngasal. Apaan tuh? Aku juga gag tau. Tadi googling terus nyari pake kata kunci ‘mata kuliah teknik elektro’. Terus nemu beberapa. Tapi kayanya yang paling keren itu deh.
Sebelum mulai kuliah dimulai, Pak Bambang mulai ngabsenin mahasiswanya. Pas manggil namanya Si A**, beliau nyadar nih bocah gag pernah masuk pas kuliahnya. Walopun si A** udah TA (titip absen.red), tapi teteup aja ketauan soalnya Pak Bambang selalu manggilin nama mahasiswanya satu per satu,
Pak Bambang (PB) : Ada yang tau A** ke mana?
Temen sekelas (TK) : Gag tau, Pak. (demi kesetiakawanan)
PB : Aku njaluk nomer hapene A** (Aku minta nomor hp A**)
TK : … (bengong)
Pak Bambang terus nunjuk salah satu mahasiswanya.
PB : Eh, kon lak koncone A** seh. Kene, aku njaluk nomer hapene A**. (Eh, kamu kan temennya A**. Sini, aku minta nomor hp dia).
Tanpa rasa curiga, mahasiswa itu memberikan nomor hp si A** ke Pak Bambang.
Pak Bambang kemudian menyuruh seluruh mahasiswanya untuk tenang. Tiba-tiba beliau mengeluarkan hp dari sakunya, dan… menelepon Si A**. Yak! Benar sodara-sodara, beliau MENELEPON SI A**!!!
PB : Halo.
A** : Halo… Sopo iki? (Halo… ini siapa?)
PB : Waduh rek.. karo konco dewe ae lali. Heh, kon ndek endi? (Waduh, ama temen sendiri aja kok lupa. Heh, kamu di mana?)
A** : Yo, ndek kosan lah.. (Ya, di kosan lah…)
PB : Lho? Gag kuliah ta? (Lho? Gag kuliah?)
A** : Males. Lha lapo kuliah, PS-an ndek kosan lho enak. Hehehehe (Males. Ngapain kuliah, maen playstation di kosan lho enak. Hehehehe*kalo ketawa gag perlu di-translate kali..)
PB : O.. ngono yo.. (O.. gitu ya?)*manggut-manggut.
A** : Yo iyo lah… Hahahaha (Ya iyalah…)
Ngomong-ngomong, iki sopo seh? (Ngomong-ngomong ini siapa sih?)
PB : Walah… aku.. aku… Bambang! Moso’ lali seh? (Walah… aku.. aku… Bambang! Masa’ lupa sih?)
A** : Bambang sopo seh? Koncoku SMA ta?
PB : Bambang… Bambang…*ngotot, kaya di iklan operator GSM, Agus…Agus…
A** : Bambang? Bambang sopo yo? Sori jeh, aku lali. Tapi kok koyok tau krungu. (Bambang? Bambang siapa ya? Sori, aku lupa. Tapi kok kayak pernah denger ya?)
PB : Yo iyolah tau krungu, wong aku Bambang sing mulang awakmu Kompling Magnetik! (Ya iyalah pernah denger, aku ini Bambang yang ngajar kamu Kompling Magnetik!)
JDAAAAARRRR!!!!
PB : Le*(tole, panggilan kesayangan untuk anak lelaki dalam bahasa Jawa), saiki ta’ enteni ndek kampus. Lek awakmu gag teko, sesuk gag oleh melok ujian! (Nak, sekarang saya tunggu di kampus. Kalo kamu gag datang, besok gag boleh ikut ujian!)
A** : Inggih, pak… (Baik, Pak…)*dengan lemes.

Buat Pak Bambang, “You’re great, Sir!!!” Anda bener-bener dosen yang kreatif dan sudah tentu Anda berdedikasi pada pekerjaan Anda. Anda begitu memperhatikan mahasiswa-mahasiswa Anda. Begitu banyak dosen yang tidak peduli dengan mahasiswanya, tapi anda berbeda. Luar biasa, Pak.

Regards,
Your humble and honest writer,

Prisca Anindhita

Senin, 07 Februari 2011

Laskar Fabregas

Malang, 4 Januari 2011
Lobby GPP lantai 1
>> Nunggu KRS-an

Senangnya…
Ternyata udah banyak yang baca blog ku. Yaa emang sih awalnya aku woro-woro via sms ke beberapa temen. Selain itu, ini juga gara-gara aku nulis status “I found a new interesting activity” di FB. Terus Si Andri komen, “blogging…=))”. Aku bales, “ Leave your comment yah..”. Terus ada salah satu temen SMA nanya alamatnya blognya apa. Sebenernya agak mikir juga, “Nih bocah, udah aku sms juga alamatnya. Kok masi nanya.. Hmm…” Ya udah, aku kasi tau alamatnya di FB. Ternyata komen itu dibaca beberapa orang lain yang pada akhirnya ikutan baca blogku. *Chen, I love you so much… Kamu udah berjasa dalam mempromosikan blog ku*
Umm, sebenernya gag ada hal khusus yang mau aku certain kali ini. Tapi tiba-tiba aku inget obrolan seorang ibu ama anaknya yang masih TK. Cekidot, gan.
Pada suatu hari yang cerah, seorang ibu menjemput anaknya di sebuah Taman Kanak-Kanak. Taman Kanak-Kanak ini bernama Tadika (Taman Didikan Kanak.red) Mesra*Hmm, berasa nonton Upin Ipin yak? Si anak merupakan murid kelas Bunga Matahari*Kalo yang ini kaya nonton Shinchan.
Si Ibu dan anaknya pun pulang dengan naik angkot. Sebelum pulang, Si Ibu membelikan anaknya biscuit B*skuat. Sampailah si Ibu dan anaknya di rumah.
Pas lagi nonton tipi kelir, ada iklan B*skuat. B*skuat sedang mengadakan kuiz lascar Cesc Fabregas, di mana akan dipilih 15 anak Indonesia untuk bertemu Fabregas di Inggris. Siapa sih yang gag pengen ketemu Fabregas? Udah ganteng, terkenal lagi. Oke, aku sih gag terlalu pengen ketemu Fabregas, tapi aku mau jalan-jalan ke Inggrisnya. Hehehehe…
Ibu : Dek, ntar kalo B*skuatnya udah habis, bungkusnya kita kirim yah.. Siapa tahu Dedek menang. Ntar bisa ketemu Fabregas di Inggris lho…
Anak : … (diem aja. Muka datar)
Ibu : Ntar Mama yang nemenin Dedek. Yah, dek yah?
Anak : … (masih diem).
Ibu : Enak lho ketemu Fabregas. Dedek mau kan? Kok Dedek diem aja?
Anak : Pokoknya Dedek gag mau ketemu Fabregas!!!
Ibu : … (bingung).
Anak : Dedek maunya ketemu Bambang Pamungkas!
Jdaaaar!!!
Ehm. Nampaknya produk lokal memang tidak kalah ‘menjual’ dibandingkan dengan produk asing. Makanya saya juga suka cowok local. Lho? Intinya, cintailah produk-produk Indonesia. Hahahaha…

Regards
Your humble and honest writer,

Prisca Anindhita

Aku gateel...T.T

Aku gateeeeel….
Ehm. Tentunya dalam arti sebenarnya. Aku gatel-gatel mulai tadi pagi. Awalnya aku pikir gara-gara tadi pagi gag mandi*Ooops! Air di rumah lagi mati soalnya. Jadi bangun tidur aku cuma bersihin muka, cuci muka, gosok gigi, pake penyegar, trus pake krim pagi. Dan voila! Aku udah tampak mandi. Hehehehe…
Salahkan saja udang tepung goreng yang menggoda iman dan memukau nalar itu. Gara-gara udang tepung itu aku jadi alergi kaya gini. Huhuhu…
Ada udang tepung goreng di atas meja.
Aku bimbang. Pengen banget makan itu tapi takut gatel-gatel. Dilema. Untung aku cerdas*hohoho. Aku inget di kotak obat ada Loratadine (anti histamine = anti alergi) punya Yangti. Ntar habis makan udang langsung minum Loratadine ah…
Akhirnya aku kalap makan udang tepung goreng. Udang habis, perut kenyang, hati senang, bebas hutang (Lho?). Saatnya minum Loratadine.
Aku ngubek-ngubek kotak obat. Parasetamol, nifedipine, new diatab, umm di manakah si Loratadine? Jangan menyerah! Semua isi kotak obat aku tumpahin ke meja. Mixagrip, Decolgen, Antimo, salep-salepan… Oh, Man! Loratadine menghilang!
Akhirnya aku masi gatel-gatel sampai detik ini. D*mn! Huhuhuhu…
FYI, aku udah mandi lho.

Regards
Your humble and honest writer,

Prisca Anindhita

Dokter W

Malang, 6 Februari 2011
Rumah, 12.48 am

Lagi-lagi procrastination alias menunda-nunda pekerjaan. Harusnya aku gag nulis-nulis blog kaya gini. Harusnya aku duduk di depan laptop, buka ‘my computer’, buka ‘E’ (Entertainment), buka ‘Kuliah’, buka “Semester 5’, buka ‘Semester 5 Blok 9’, buka ‘Neurology’, buka ‘Neuroanatomy’, pilih salah satu slide di situ, slide show, memandangi slide itu ampek jereng sambil buka-buka Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Harusnya seperti itu. Tapi…, tiba-tiba aku keinget salah satu dosenku*alesaaaaan ajaaaa… Hehehehe.
Sebelum aku jadi tua, sebelum aku lupa masa-masa kuliahku, dan sebelum aku menimang cucu (Hah!?), ada baiknya kisah-kisah lucu yang pernah aku lewatin pas aku masi muda (Sekarang juga masi muda banget lho) aku tulis. Cekidot!
Cerita ini aku terjadi pas aku semester 5 kemarin, pas dapet mata kuliah psychiatry atau Ilmu Kejiwaan. Sebelumnya, aku gag pernah dapat mata kuliah ini. Jadi, wajar awal-awalnya aku excited banget bakal dapat mata kuliah ini. Kaya gimana sih kuliahnya? Pasti asik banget mempelajari tingkah laku dan kepribadian manusia. Bahkan, awalnya aku pikir setelah belajar psikiatri aku pasti bisa baca pikiran orang lain. Ternyata gag. Ya iyalah!
Pertama kali aku masuk kelas psikiatri, aku diajar oleh dosen laki-laki agak tua yang penampilannya agak nyentrik. Sebut saja beliau dr.R Sp.Kj (bukan nama sebenarnya.red). Menurutku, beliau agak aneh (Tapi sebenernya menurutku*hanya pendapat pribadi lho yah*, semua dokter spesialis kejiwaan itu agak aneh). But, overall, dr.R ini baiiiik banget. Cuma akunya aja yang agak ‘njegleg’ sama cara beliau mengajar. Pertama masuk di kelasku, beliau menanyakan hal-hal yang menurut aku aneh.
“Apa itu jiwa?” Satu kelas hening. Beliau melanjutkan, “Jiwa adalah sesuatu yang bersifat immaterial yang dapat berinteraksi dengan sesuatu yang bersifat material”. *Nah lho?
Oke, itu gag aneh. Cuma aku aja yang gag paham. Hehehe…
“Apa itu raga?” Satu kelas hening lagi. “Raga adalah sesuatu yang bersifat material yang dapat berinteraksi dengan sesuatu yang bersifat immaterial”.
Aku manggut-manggut aja sambil nyalin kata-kata beliau di buku catetan.
“Nah, apakah manifestasi dari interaksi tersebut?”
Meneketehe bahe bahe, dokter… Siapa berinteraksi dengan siapa aja saya gag ngerti…*Ini dalem hati sih ngomongnya. Takut digampar.
Pokoknya intinya itu yang dimaksud sesuatu yang bersifat immaterial adalah jiwa. Terus sesuatu yang bersifat material adalah raga. Interaksi keduanya akan menghasilkan manifestasi berupa perilaku.
Sampek sini aku paham.
Tiba-tiba dokter R nanya lagi.
“Apa itu roh?” ngomongnya dengan suara lirih sambil mimik-mimik serem ala F*ni Rose. Tahu kan siapa F*ni Rose? Itu lho, pembawa acara S*let yang kalo ngomongin sesuatu seakan-akan beritanya yang paling penting sedunia. Padahal yang diomongin cuma ”Pemirsa, apakah hubungan asmara antara Irwansy*h dan Acha Septri*sa akan berakhir begitu saja? Apakah romantisme yang selama ini mereka usung hanyalah cinta semu belaka?”
Ehm. Maaf jadi ngelantur.
Ngomongin hal-hal gaib macam roh selalu bikin serem. Aku jadi bingung, kenapa kuliah di FK jadi berasa nonton Dunia Lain. Aku celingak celinguk nyari H*ri Panca.
“Roh adalah sesuatu yang bersifat immaterial yang tidak dapat berinteraksi dengan sesuatu yang bersifat material. Saudara sekalian, roh itu melayang-layang di sekitar kita. Tetapi Saudara sekalian jangan takut, mereka tidak dapat bermanifestasi dengan raga kita”demikian penjelasan dokter W.
Terus fenomena kesurupan itu apa dong? Kuliah jadi makin serem.
Pada akhirnya, bayanganku tentang kuliah psikiatri yang seru runtuh hari itu juga. Belum lagi kita mesti ngapalin kata-kata baru yang luar biasa aneh buat aku, misalnya waham,agitasi, hendaya, dan ruda paksa.
Sekedar informasi, di fakultasku, program studi PD (Pendidikan Dokter) terdiri atas 3 kelas. PD A, PD B, dan PD KBI (Kelas Bahasa Inggris). Aku sendiri termasuk kelas KBI. Khusus matkul psikiatri, PD A dan PD B digabung jadi satu (Kelas Reguler) sedangkan KBI tetap dipisah. Dosen-dosen Psikiatri pun sepakat membawakan matkul ini dengan menggunakan Bahasa Indonesia mengingat banyaknya istilah-istilah yang aneh dan awam bagi kami.
Suatu hari, ada salah seorang dosen (sebut saja dokterW) yang mengajar di kelas regular. Setelah mengajar di sana, seharusnya beliau mengajar di kelasku. Tapi gag tau kenapa, dokter W gag muncul-muncul di KBI. Komting kelasku, Ayunda, mencoba menghubungi beliau via Hp, tapi gag bisa. Kami juga berusaha mencari tahu no Hp beliau di bagian admin lantai 5 tapi orang admin gag ada yang tau. Kuliah dokter W pun tidak kami dapatkan.
Beberapa hari kemudian, Yunda berhasil mendapatkan nomor Hp dokter W. Yunda pun menghubungi beliau.
Yunda (Y) : Selamat pagi, dokter.
Dokter W (W) : … (diem aja)
Y : Dokter, saya Ayunda, komting KBI PD’2008. Mohon maaf sebelumnya. Begini dokter, beberapa hari yang lalu dokter seharusnya mengajar di kelas kami. Untuk selanjutnya, sebaiknya bagaimana yah, dokter? (Ngomong sesopan mungkin dengan nada sehalus mungkin).
W : Cari hari!
Tuut…tuut…tuut.. Telepon diputus begitu aja.
Yunda melongo, Rani terpana, Moda bengong, aku gali-gali tanah.
Akhirnya kami memutuskan untuk mencari informasi melalui komting kelas regular.
Putra (komting PD B) : Wah, ati-ati kalian, rek. Masa waktu itu mic di kelas kan macet. Terus beliaunya bilang gini. “Saya sudah keliling dunia memberi kuliah, baru kali ini saya dapat fasilitas seburuk ini”.
Menurut cerita beberapa temen regular, ni dokter killer abis. Bahkan beberapa mahasiswi dikomentarin.
W : Saya heran, kenapa mahasiswi-mahasiswi di sini gag pake make up. Kalian kok bangga di RS dipanggil Mbak Koas, Mas Koas. Huh! Di mana-mana itu yang ada cuma Pak Dokter dan Bu Dokter. Harusnya kalian pake make up biar keliatan lebih tua.
Hellow…Kalo aku sih lebih bangga dikira lebih muda. Ah, aneh..
Selama mengikuti kuliah dokter W ini, kita gag boleh nyatet apapun, duduk harus tegak, pandangan lurus ke depan, dan kita harus bersiap-siap karena dokter W suka nanya-nanya secara mendadak. Mampus… Dokter W juga mengomentari beberapa mahasiswi yang mengenakan jilbab panjang dan berwarna hitam.
W : Simpan kudung kalian itu buat melayat. Kalian tuh harusnya pake kudung yang cerah-cerah.
Jdaaar! Baru kali ini aku denger ada dosen kaya gini.
Aku makin penasaran sama si dokter W. Menurutku, pasti beliau orang yang sangat menjaga penampilan walaupun usianya tidak lagi muda. Pasti beliau orangnya sexi, modis, pake lipstick merah, pake stiletto, rambutnya dicat cokelat dan di-curly ¬¬bagian bawahnya. Makanya beliau suka mengkritik style mahasiswinya.
Setelah melobby cukup rumit, dokter W bersedia mengganti kuliah yang terlewatkan tempo hari. Tentunya setelah mengomel panjang di telepon. *Sebenernya ini salah siapa sih? Yang lupa ke kelasku waktu itu siapa, yang marah siapa… Ckckckckck..
Malem hari sebelum kuliah dokter W, aku belajar slide beliau waktu di kelas regular. Yaa..kali-kali aja aku sial terus ditanya-tanyain.
Pagi harinya aku datang ke kelas. Barisan pertama dan kedua kosong melompong. Gag ada yang berani duduk di depan. Padahal kalo kaya gini caranya, kita bakal ketauan kalo takut dengan beliau. Akhirnya aku, Rani, dan Aza duduk di baris pertama. Menurutku, kalo kita gag salah, kenapa kita harus takut? Untungnya ada beberapa teman lain yang akhirnya mau pindah ke depan. Hari itu banyak yang absen. Padahal si dokter W ini suka banget ngabsenin mahasiswanya pake attendance list. Gawat! Tapi mending absen sih daripada telat. Bisa dicincang kita. Beberapa temen cewek pun berdandan agak beda hari ini. Yang biasa pake sepatu teplek, sepatunya jadi ada hak nya walopun dikit. Yang biasanya pake jepit warna-warni, hari ini polosan cuma dikuncir kuda doang (Ini aku.hehe). Yang biasanya rada gag mikir warna kemeja ama rok tabrak motif apa gag, sekarang matching. Yang duduknya agak gelesotan, sekarang duduk tegak. Yang biasanya ke kampus ngesot, sekarang udah jalan pake kaki lagi (Eh?). Yang biasanya hobi nyatet jadi gag bawa buku. Aku sih cuek aja. Lha kalo gag nulis aku ngantuk. Kayanya lebih parah deh kalo aku ampek ketiduran.
Udah lewat 30 menit tapi dokter W gag dateng-dateng. Anak-anak sekelas udah mulai rebut. Yunda inisiatif nelpon dokter W.
Y : Selamat pagi, dokter. Saya Ayunda, komting PD KBI’08. Mohon maaf sebelumnya, hanya mau mengingatkan bahwa hari ini dokter ada jadwal mengajar di kelas 4.06.
W : Iya saya tahu. Awas kalo saya datang tapi kelas belum lengkap.
Tuut..tuut.. tuut… telepon diputus.
Matilah kami. Kelas sepi begini…
Gag berapa lama, masuklah seorang wanita tua, agak gemuk, tanpa make up sama sekali, memakai celana panjang longgar hitam motif kembang-kembang mengkilat yang sumpah mirip banget ama baju tidurku, atasan yang aku pikir jas dokter ternyata lebih mirip baju koko, dan sepatu sandal. Antara percaya gag percaya, kayanya aku harus percaya kalo beliaulah dokter W. Aku heran. Sejak kapan celana tidur bisa dipadupadankan dengan baju koko pria dan parahnya dipake buat ngasi kuliah? Bumi gonjang-ganjing, hebohlah jagad persilatan, dajjal keluar dari perut bumi.
Beliau gag bawa apa-apa. Cuma flesdis yang dikalungin di leher. Apakah ini juga disebut fashion? Entahlah..
W : Good morning!
KBI : Good morning, doc.
W : I’m dokter W. Pada mata kuliah kali ini, saya akan membawakan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Tiba-tiba dua orang temen Malaysia (Thanapriya dan Koshantini) ngetuk pintu. *Dari mana lagi nih bocah. Udah dibilangin jangan telat.. Kita bergidik ngeri.
Habis ngetuk pintu, cuma ngangguk dikit ke dokter W, trus langsung ngeloyor menuju bangkunya. Dan dimulailah malapetaka itu.
Dokter W naik darah. Beliau ngomongin tentang attitude sebagai dokter dan sebagainya dan sebagainya. Si Thana dan Koshan disuruh keluar lagi terus ngulangin adegan masuk kelas dengan baik dan benar. Hadeeh..
“Who is the leader of this class?”
Kelas hening. Kita masih shock setelah diceramahin.
“Hei! I asked you, who is the leader of this class?” suaranya naik jadi 14 oktaf.
Ayunda ngacung. Wajahnya pucet.
Y : Sa, sa, saya, dok.
W : Kamu ambil kunci kelas ini. Saya gag mau ada yang keluar masuk selama kuliah saya.
Yunda melongo. Sejak kapan kuliah dikunci kunci segala. Aku mulai nyesel duduk paling depan. Ya Allah, keluarkan aku dari kelas ini atau buatlah waktu berjalan 100 kali lebih cepat hari ini saja. Aku mohon, Allah… atau buatlah kemungkinan-kemungkinan lain yang irasional sekalipun. Misalnya saja orang yang di hadapanku saat ini bukanlah dokter W yang sebenarnya. Misalnya saja orang yang ada di hadapanku saat ini adalah pasien dokter W yang lagi nyamar jadi dokter W. Aku tahu tidak ada yang tidak mungkin Bagi-Mu.
Ngeliat Yunda yang masih melongo, dokter W naik pitam.
W : Cepaaat!!!
Yunda setengah bingung segera keluar kelas nyari mas-mas OB buat minta kunci. Mas-mas OB juga bingung, ini kan belum bubaran kuliah, kenapa kelas mesti dikunci. Seandainya mas-mas OB tau bahwa Tyrex sedang bangkit dari kubur.
Yunda dateng sambil bawa kunci.
Tok..tok..tok..
Y : Permisi, dok.. ini kun…
W : Bandel yah kelas ini. Keluar kamu! Sudah dibilang jangan telat.
Yunda dan mas-mas OB bengong. Kayanya dokter W lupa deh kalo Yunda adalah mahasiswa yang tadi disuruh ngambil kunci. Sekelas diem aja. Maafkan kami Yunda, kamu memang sahabat kami, tapi saat ini kami tidak dapat menolongmu karena nyawa kami jauh lebih penting.
Gag berapa lama, dokter W kayanya mendapatkan kembali ingatannya.
W : Eh, kon lak sing ta’ kongkon mau.. (Eh, kamu kan yang saya suruh tadi).
Yunda lega. Mas OB pucet sadar bahwa dia udah ketemu Tyrex yang asli.
Pintu dikunci. Kami terkunci di dalam bersama Tyrex. Oh mama Oh papa…
Dokter W ngambil absen. Firasat buruk. Kalo sampek dia manggil nama mahasiswa yang hari ini gag masuk, bisa-bisa kami pulang gag utuh.
W : Faradiana Rasyidi.
Diana ngacung.
W : What is insight?
Insight dalam bahasa Indonesia disebut daya tilik diri. Daya tilik diri dikatakan ada apabila pasien masih bisa menyadari bahwa ada yang salah dalam dirinya. Dalam hati aku bersyukur kemarin sempet baca bagian ini.
Sayangnya si Diana salah denger! Dia dengernya ‘inside’. Pantesan dia bingung mau jawab apa. Dia celingak celinguk gag jelas.
W : Hey! Lihat ke depan! Gag usah tengak tengok kiri kanan!
D : inside artinya di dalam, dok.
Gubrak!
Dokter W kecewa berat.
W : Lim Zi En.
Zi En ngacung. Sayangnya dia juga gag bisa jawab. Dokter W makin meremehkan kami.
W : Rani Kurnia.
Rani ngacung.
Aku lupa dokter W nanya apa, tapi Rani sempet jawab. Aku gag tau jawaban Rani bener atau salah. Yang jelas aku juga gag pernah denger jawaban itu. Hehehe..
W : Atas dasar apa jawaban Anda itu?
Rani menelan ludah. Kayanya dia tadi jawabnya ngasal deh.
Rani : Atas pendapat saya pribadi.
W : Huh. Pendapat saya pribadi… Ini bukan kelas pendapat! (Dengan nada meremehkan).
Aku makin gemeteran.
W : Azaria Amelia Adam.
Kami sekelas seperti mendapat pencerahan. Si Aza kan suka banget belajar. Pasti dia udah baca-baca slide dosen. Aza, kami tau kau dapat menjawabnya… Ayo jawab, za. Tunjukkan bahwa KBI gag bego-bego amat seperti kata dokter W.
Aza : Bla bla blab la bla… (aku lupa.hehehe. Tapi ini dijamin bener).
W : Dari mana Anda mendapatkan jawaban tersebut?
Aza : Dari slide dosen, dok.
W : Slide dosen? Huh! Slide dosen itu cuma untuk dosen ketika membawakan kuliah, sebagai kerangka kuliah, supaya apa yang diomongin tidak menyimpang. Kalian harusnya belajar dari textbook. (nada meremehkan).
Hwa hwa hwa… aku gag tahan ada di ruangan ini…
Dokter W kemudian nyuruh Tan Boon Shen buat bukain slide presentasi beliau.
Setelah 1 jam diceramahin, aku pikir berikutnya beliau akan memulai kuliah. Ternyata gag! Kita justru diceritain (lebih tepatnya dipamerin) tentang perjalanan beliau di luar negeri. Kita manggut-manggut aja biar keliahatan paham.
W : Blab la bla.. Kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh pola didikan orang tuanya. Anak yang dididik penuh cinta kasih akan tumbuh menjadi pribadi yang lembut. Sebaliknya, anak yang dididik dengan kekerasan, akan tumbuh menjadi pribadi yang keras.
Ini kayanya curcol deh. Pasti dia galak gara-gara lingkungannya. Tapi nih dalam hati.
Tiba-tiba…
W : Nama Anda siapa? (Nunjuk aku).
Ya Allah! Dia bisa membaca pikiranku. Aku gag rela ditelan, mending aku loncat aja dari jendela. Ampun, dok… Saya gag maksud ngerasani dokter.
Aku : Sa, sa, saya, dok?
W : Iya. Kamu! (Siapapun, aku bersedia disuntik euthanasia sekarang).
Aku : Prisca, dok.
W : Yak, saudara-saudara, inilah yang tadi saya maksud (Cobaan apa lagi yang Engkau berikan kepada hamba?) Prisca ini, kalau suatu saat bertemu saya di jalan, pasti dia memilih untuk melakukan reaksi run away reaction. Dia pasti memilih lewat jalan lain daripada bertemu dengan saya (Eh, kok bisa tahu banget sih?). Begitu pula saat Prisca ada masalah dengan suaminya, dia bakal melakukan suatu reaksi yang disebut run away reaction alias minggat. Padahal seharusnya Prisca dapat menyelesaikan masalahnya dengan suaminya.
Aku lega. Ternyata dokter W gag bisa baca pikiranku.
Tapi..tapi…aku kan belum punya suami??? Zzzz…
Kenapa aku? Kenapa aku yang dijadikan contoh perilaku yang buruk? Huhuhuhu…

Hash… emang orang tuh punya pribadi yang unik. Tapi tetep aja aku heran. Apakah dalam kesehariannya sikap beliau juga seperti ini dalam menghadapi pasien? Atau beliau udah sumpek menghadapi pasien-pasien kejiwaan? Entahlah… yang jelas, aku gag mau jadi spesialis kejiwaan.



Regards
Your humble and honest writer,

Prisca Anindhita